Kisah burung gagak

Burung Gagak dan Sebuah Kendi



Burung gagak dan sebuah kendi
Pada suatu musim yang sangat kering, dimana saat itu burung-burungpun sangat sulit mendapatkan sedikit air untuk diminum, seekor burung gagak menemukan sebuah kendi yang berisikan sedikit air. Tetapi kendi tersebut merupakan sebuah kendi yang tinggi dengan leher kendi sempit. Bagaimanapun burung gagak tersebut berusaha untuk mencoba meminum air yang berada dalam kendi, dia tetap tidak dapat mencapainya. Burung gagak tersebut hampir merasa putus asa dan merasa akan meninggal karena kehausan.
Kemudian tiba-tiba sebuah ide muncul dalam benaknya. Dia lalu mengambil kerikil yang ada di samping kendi, kemudian menjatuhkannya ke dalam kendi satu persatu. Setiap kali burung gagak itu memasukkan kerikil ke dalam kendi, permukaan air dalam kendipun berangsur-angsur naik dan bertambah tinggi hingga akhirnya air tersebut dapat di capai oleh sang burung Gagak.

Dari cerita di atas,pengetahuan diibaratkan sebagai kerikil, sedangkan kesuksesan diibatkan sebagai air. Sehingga untuk mencapai suatu kesuksesan kita harus memiliki pengetahuan, walaupun sedikit, pengetahuan bisa menolong diri kita pada saat yang tepat. Selain itu, kita harus selalu bersabar dan berusaha dengan kemampuan kita sendiri.

SUMBER:
http://www.ceritakecil.com

Belajar Membaca

Membantu anak-anak belajar membaca tidaklah sulit, tetapi anda membutuhkan teknik yang benar untuk mempraktekkannya. Seperti kata pepatah lama yang menyebutkan ’mudah saja jika anda tahu caranya’. Jadi jika anda mengetahui cara dalam membantu anak-anak belajar membaca, maka hasilnya akan berbeda.

Jika anak-anak tidak menyukai sesuatu, anda tidak bisa memaksa mereka untuk melakukannya. Tetapi, jika anak-anak menyukai sesuatu, anda sebagai orang tua tidak bisa menghentikan mereka. Jika kita ingin anak-anak kita gemar membaca, kita sebagai orang tua harus mulai menanamkan kecintaan anak-anak terhadap buku. Tujuan utamanya bukanlah mengajarkan bagaimana cara menerjemahkan atau membunyikan atau mengenal kata, melainkan untuk menanamkan rasa cinta, semangat, dan gairah anak-anak terhadap buku sejak dini. Pada tahap awal membaca, sebaiknya kita tidak terlalu menuntut usaha yang lebih dari pihak anak, melainkan tahap awal itu harus sangat menyenangkan bagi anak, tidak boleh tidak. Jadi buatlah kegiatan belajar membaca menjadi kegiatan yang sangat menyenangkan.

Orang tua zaman dulu membacakan buku untuk anak hanya sebagai kesenangan, mereka tidak menganggap buku sebagai media belajar membaca. Prinsip lawas yang mereka pegang adalah anak-anak belum siap belajar membaca sebelum mereka masuk ke jenjang sekolah. Zaman telah berubah, prinsip tersebut tidak bisa selamanya diterapkan. Pelajaran membaca tidak hanya bertujuan agar anak bisa membaca tapi agar anak juga gemar membaca. Orang tua merupakan komponen penting yang mengenalkan kemampuan membaca kepada anak. Membacakan untuk anak, sering mengajak mereka berbicara, dan mengajak anak melakukan berbagai kegiatan menarik adalah cara yang bisa orang tua lakukan untuk mengasah kemampuan prabaca anak.

Seperti yang diungkapkan di atas bahwa pengajaran membaca sebaiknya dimulai sejak dini. Ada sebagian pakar yang percaya bahwa periode bayi merupakan periode ideal untuk mulai belajar membaca. Seorang bayi mendengar percakapan dan bahasa sejak dia dilahirkan. Kita pasti tersenyum ketika mendengar celotehan si bayi seperti ’Awwa, waa,” yang kita terjemahkan sebagai ”Ayah” dan ”Buh, buh,” adalah ”Ibu”. Padahal belum tentu itu yang dimaksud, tetapi kita tetap meyakininya seperti itu. Rabanan (babbling) tersebut selalu kita hargai dengan pelukan, tawa, dan pujian. Secara naluriah rabanan merupakan tahap awal dari berbicara. Jadi, sepenuhnya kita harus terus melibatkan anak-anak dalam percakapan. Percakapan tersebut bisa kita lakukan pada mereka saat berbicara di mobil ataupun saat kita sedang memandikan mereka. Kita bisa sambil menunjuk benda-benda dan memberikan penjelasan. Kita harus tahu bahwa setelah anak sering mendengar dan terlibat dalam percakapan, kemampuannya dalam menerapkan kaidah bahasa juga pasti meningkat. Betapa menakjubkannya cara anak-anak dalam menyerap setiap kaidah-kaidah tersebut. Kesalahan mereka justru merupakan indikasi kemampuan mereka dalam menyerap tata bahasa.

Selanjutnya, kita bisa mengajarkan membaca dengan membiasakan anak-anak melihat kata-kata tertulis. Dengan bahagia, kita akan mendengar celotehan-celotehan anak yang sedang membolak-balik halaman. Celotehan tersebut merupakan tahap awal membaca. Menurut Kathy Hirsh, PhD, direktur Infant Laboratory Temple University di Ambler, Pennsylvania, ”Jika orang tua rajin membacakan buku kepada anak dan kerap melibatkan anak dalam pembicaraan, hal itu bisa membangun perbendaharaan kata dan menumbuhkan kemampuan dasar membaca.”

Kebiasaan membacakan buku bagi anak-anak anda adalah salah satu hal yang paling berharga yang dapat kita lakukan untuk mereka. Karena memiliki manfaat yang sangat besar. Sebagian orang sudah membacakan buku pada bayi yang masih dalam kandungan. Mungkin anda menganggap ini berlebihan, tetapi pastikan untuk memulai sebelum anak bisa berbicara. Cobalah anda membeli buku kain yang dikemas bersama mainan lunak untuk bayi dari lahir hingga usia sembilan bulan. Atau masih banyak jenis-jenis buku lain yang juga berfungsi sebagai mainan. Tampaknya ini memang seperti hanya mainan, tapi benda-benda tersebut sangat berguna untuk membangkitkan kecintaan anak terhadap membaca.

Membacakan buku pada anak anda tidak hanya membangkitkan kecintaan mereka terhadap buku. Tetapi kegiatan ini juga membiasakan mereka dengan bahasa buku sehingga anak-anak siap untuk membaca sendiri. Keuntungan lain dari membacakan buku untuk anak-anak anda adalah peningkatan jumlah kosakata mereka. Sebaliknya, anak yang tak pernah dibacakan buku akan kehilangan kesempatan dalam menyerap bentuk bahasa tulisan, dan kurang mampu memperkirakan isi sebuah wacana. Anda bisa melibatkan kakek-nenek, pengasuh anak anda, dan teman-teman dalam membantu anda membacakan buku untuk anak-anak.

Dalam membacakan buku untuk anak, sebaiknya anda bisa melakukannya dengan ekspresif. Tirukan suara-suara, putar mata anda, berbisiklah dengan ketakutan, berteriak dan melompatlah seolah-olah anda adalah seekor naga, seorang putri ataupun raja. Cara ini membuat acara pembacaan buku menjadi menyenangkan.
Tak ada jawaban pasti kapan anda harus berhenti membacakan buku untuk anak-anak. Tetapi biasanya anak-anak akan memberitahu anda bila mereka merasa tidak memerlukannya lagi.

Jika kita ingin menciptakan generasi yang gemar membaca, kita sebagai orang tua sebaiknya bisa menjadi teladan. Kita harus bisa mempertunjukan bahwa membaca merupakan kegiatan yang dilakukan untuk keuntungan diri sendiri, bukan orang lain.  Jadi, tak ada gunanya bila kita mencoba menularkan ”virus” membaca kepada anak-anak, jika kita sendiri tidak memiliki minat untuk membaca.

SUMBER: 
http://episentrum.com/artikel-psikologi/agar-anak-anda-gemar-membaca/

Mencegah Kecemasan Siswa


Kecemasan atau anxiety merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas yang wajar dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi, tetapi apabila intensitasnya sangat kuat dan bersifat negatif justru malah akan menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik dan psikis individu yang bersangkutan. 

Adalah Sigmund Freud, sang pelopor Psikoanalisis yang banyak mengkaji tentang kecemasan ini. Dalam kerangka teorinya, kecemasan dipandang sebagai komponen utama dan memegang peranan penting dalam dinamika kepribadian seorang individu.
Freud (Calvin S. Hall, 1993) membagi kecemasan ke dalam tiga tipe:
  1. Kecemasan realistik yaitu rasa takut terhadap ancaman atau bahaya-bahaya nyata yang ada di dunia luar atau lingkungannya.
  2. Kecemasan neurotik adalah rasa takut jangan-jangan insting-insting (dorongan Id) akan lepas dari kendali dan menyebabkan dia berbuat sesuatu yang bisa membuatnya dihukum. Kecemasan neurotik bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu sendiri, melainkan ketakutan terhadap hukuman yang akan menimpanya jika suatu insting dilepaskan. Kecemasan neurotik berkembang berdasarkan pengalaman yang diperolehnya pada masa kanak-kanak, terkait dengan hukuman dan ancaman dari orang tua maupun orang lain yang mempunyai otoritas, jika dia melakukan perbuatan impulsif. 
  3. Kecemasan moral yaitu rasa takut terhadap suara hati (super ego). Orang-orang yang memiliki super ego yang baik cenderung merasa bersalah atau malu jika mereka berbuat atau berfikir sesuatu yang bertentangan dengan moral. Sama halnya dengan kecemasan neurotik, kecemasan moral juga berkembang berdasarkan pengalaman yang diperolehnya pada masa kanak-kanak, terkait dengan hukuman dan ancaman dari orang tua maupun orang lain yang mempunyai otoritas jika dia melakukan perbuatan yang melanggar norma
Selanjutnya, dikemukakan pula bahwa kecemasan yang tidak dapat ditanggulangi dengan tindakan-tindakan yang efektif disebut traumatik, yang akan menjadikan seseorang merasa tak berdaya, dan serba kekanak-kanakan. Apabila ego tidak dapat menanggulangi kecemasan dengan cara-cara rasional, maka ia akan kembali pada cara-cara yang tidak realistik yang dikenal istilah mekanisme pertahanan diri (self defense mechanism), seperti: represi, proyeksi, pembentukan reaksi, fiksasi dan regresi. Semua bentuk mekanisme pertahanan diri tersebut memiliki ciri-ciri umum yaitu: (1) mereka menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan kenyataan dan (2) mereka bekerja atau berbuat secara tak sadar sehingga tidak tahu apa yang sedang terjadi. 

Kecemasan dapat dialami siapapun dan di mana pun, termasuk juga oleh para siswa di sekolah. Kecemasan yang dialami siswa di sekolah bisa berbentuk kecemasan realistik, neurotik atau kecemasan moral. Karena kecemasan merupakan proses psikis yang sifatnya tidak tampak ke permukaan maka untuk menentukan apakah seseorang siwa mengalami kecemasan atau tidak, diperlukan penelaahan yang seksama, dengan berusaha mengenali simptom atau gejala-gejalanya, beserta faktor-faktor yang melatarbelangi dan mempengaruhinya. Kendati demikian, perlu dicatat bahwa gejala-gejala kecemasan yang bisa diamati di permukaan hanyalah sebagian kecil saja dari masalah yang sesungguhnya, ibarat gunung es di lautan, yang apabila diselami lebih dalam mungkin akan ditemukan persoalan-persoalan yang jauh lebih kompleks.

Di sekolah, banyak faktor-faktor pemicu timbulnya kecemasan pada diri siswa. Target kurikulum yang terlalu tinggi, iklim pembelajaran yang tidak kondusif, pemberian tugas yang sangat padat, serta sistem penilaian ketat dan kurang adil dapat menjadi faktor penyebab timbulnya kecemasan yang bersumber dari faktor kurikulum. Begitu juga, sikap dan perlakuan guru yang kurang bersahabat, galak, judes dan kurang kompeten merupakan sumber penyebab timbulnya kecemasan pada diri siswa yang bersumber dari faktor guru. Penerapan disiplin sekolah yang ketat dan lebih mengedepankan hukuman, iklim sekolah yang kurang nyaman, serta sarana dan pra sarana belajar yang sangat terbatas juga merupakan faktor-faktor pemicu terbentuknya kecemasan pada siswa.yang bersumber dari faktor manajemen sekolah.

Menurut Sieber e.al. (1977) kecemasan dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi kognitif seseorang, seperti dalam berkonsentrasi, mengingat, pembentukan konsep dan pemecahan masalah. Pada tingkat kronis dan akut, gejala kecemasan dapat berbentuk gangguan fisik (somatik), seperti: gangguan pada saluran pencernaan, sering buang air, sakit kepala, gangguan jantung, sesak di dada, gemetaran bahkan pingsan. 

Mengingat dampak negatifnya terhadap pencapaian prestasi belajar dan kesehatan fisik atau mental siswa, maka tidak ada salahnya bila guru memberikan selingan ditengah-tengah berjalannya proses belajar-mengajar, atau yang kita kenal dengan istilah ice breaking. Ice breaking adalah suatu kegiatan peralihan situasi dari kondisi yang membosankan, mengantuk, menjenuhkan, dan tegang (cemas) menjadi suasana yang rileks, bersemangat, tidak membuat ngantuk, serta dapat mengembalikan konsentrasi dan perhatian yang tadinya sudah mulai menurun atau hampir hilang. Beberapa contoh ice breaking misalnya tebak-tebakan nama tokoh, tebak-tebakan tanggal-tanggal bersejarah, games cepat-tepat menjawab, atau bisa juga kegiatan-kegiatan yang tidak berhubungan dengan materi yang disampaikan seperti tebak lagu atau beberapa permainan yang membuat murid bersemangat kembali (misalnya permainan “sedang apa”). Kegiatan ice breaking ini dapat dilakukan 5-10 menit, jangan diberikan terlalu lama karena nantinya malah akan membuat murid menjadi malas atau enggan menerima pelajaran kembali. Dalam ice breaking ini, guru juga boleh memberikan reward agar meningkatkan semangat belajar murid.

Karena itu, kemampuan pedagogi guru sangatlah memegang peranan penting dalam menciptakan suasana kelas yang aktif. Jika para murid sudah mulai jenuh dengan materi pelajaran yang disampaikan, buatlah suatu kondisi yang dapat membangkitkan kembali semangat belajarnya.

SUMBER:
Sudrajat, Akhmad. (2008). Mencegah kecemasan siswa di sekolah. Retrieved Desember 10, 2010, from http://akhmadsudrajat.wordpress.com.

Student Centered


 Pengajaran yang berpusat pada siswa (student centered) sering diidentikkan dengan proses debat (advocacy learning). Advocacy learning dipandang sebagai suatu pendekatan alternatif terhadap pengajaran di dalam kelas yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari isu-isu sosial dan personal yang berarti melalui keterlibatan langsung dan partisipasi pribadi. Model belajar ini menuntut para siswa berfokus pada topik yang telah ditentukan sebelumnya dan mengajukan pendapat yang berkaitan dengan topik tersebut. Belajar advokasi menuntut siswa menjadi advokat dari pendapat tertentu yang berkaitan dengan topik yang tersedia. Para siswa menggunakan keterampilan riset, keterampilan analisis, dan keterampilan berbicara dan mendengar, sebagaimana mereka berpartisipasi dalam kelas pengalaman advokasi, mereka dihadapkan pada isu-isu kontroversial dan harus mengembangkan suatu kasus untuk mendukung pendapat mereka di dalam perangkat petunjuk dan tujuan-tujuan khusus.

Dalam rangka belajar advokasi, para siswa berpartisipasi dalam suatu debat antara dua regu, yang masing-masing terdiri dari beberapa siswa. Tiap regu memperdebatkan topik yang berbeda dari para anggota kelas yang lainnya. Sebaiknya, topik yang diperdebatkan adalah isu-isu yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa sesuai dengan materi yang disampaikan pada saat itu. Belajar dengan metode advokasi ini dapat digunakan baik belajar di sekolah dasar maupun belajar di sekolah lanjutan. Berdasarkan tingkatan siswa, model ini dapat diperluas atau disederhanakan pelaksanaannya. Pendekatan instruksional belajar advokasi mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dalam logika, pemecahan masalah, berpikir kritis, serta komunikasi lisan dan tulisan. Selain itu, model ini akan mengembangkan aspek afektif, seperti konsep diri, rasa kemandirian, turut memperkaya sumber-sumber komunikasi antarpribadi secara efektif, meningkatkan rasa percaya diri untuk mengemukakan pendapat, serta melakukan analisis secara kritis terhadap bahasan dan gagasan yang muncul dalam debat. 

Sumber:
Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.


BERMIMPI...



Monty Robert, seorang anak dari "pekatik kuda". Dalam hidupnya yang sederhana ia mengembara bersama kedua orang tuanya, sehingga berpindah sekolah dari satu tempat ke tempat yang lainpun tak terhindarkan. SMU, Monty diberi tugas oleh salah seorang gurunya yaitu untuk menuliskan cita-cita dan dibuat dalam bentuk karangan. Di situlah semuanya ia tuangkan, segala pikirannya ia tuliskan di lembaran kertas itu, dalam tugasnya ia menerangkan secara detail dan sangat jelas bahwa cita-citanya adalah ingin memiliki sebuah peternakan yang luasnya bukan main ! Dikarangan itu ia menggambarkan sketsa peternakan yang luasnya dua ratus acre secara terperinci, dia menggambarkan letak dan lokasi seluruh bangunan yang ada, seperti kandang, dll. bahkan lengkap dengan jalur pacuan kudanya. Tak lupa ia menggambar sebuah denah rumah seluas empat ribu meter persegi secara mendetail yang terletak dipeternakan itu. Pada intinya ia sangat jelas dalam menggambarkan cita-citanya. Keesokkannya tibalah waktu untuk mengumpulkan karangan tersebut yang dibuat setebal tujuh halaman, jika kalian menjadi guru nilai apa yang kalian beri? B atau mungkin A? Jika ya, akupun setuju dengan hal itu.

Namun nyatanya ketika karangan itu dikembalikan, dengan jelasnya terpampang nilai F--yang artinya gagal-- di lembar paling depan tugasnya, terdapat catatan kecil disana yang bertuliskan "Temui aku seusai jam sekolah" Kenapa ini? apa yang salah? Ketika Monty bertemu dengan sang guru, Guru itupun hanya berkata   " Ini adalah impian yang tidak REALISTIS untuk anak muda seperti kamu ! Ingatlah kamu itu hanya seorang anak "pekatik kuda" yang miskin, tidak punya uang. Kamu tidak memiliki sumberdaya ! Peternakan kuda itu menuntut banyak uang, kamu harus membeli tanah, membayar harga kuda bibit yang asli, kemudian kamu juga harus mengeluarkan biaya untuk kuda pacek yang mahal. Kamu sama sekali tak akan pernah dapat melakukannya ! Untuk anak seumuran kamu memiliki tanah seluas dua ratus acre adalah kemustahilan !" Monty sedih akan hal itu, padahal apa yang tidak mungkin? Guru itupun berkata lagi " Begini saja, jika kamu mau menulis ulang karangan ini dengan cita-cita yang lebih membumi dan realistis, aku akan mempertimbangkan nilaimu"

Monty pulang dengan hati yang luluh dan hancur, ia bingung akan suruhan gurunya, berhari-hari ia memikirkannya dengan keras, "apa yang harus kuperbuat?" itulah batinnya. Akhirnya Monty bertanya pada Ayahnya dan sang Ayah pun berkata dengan bijaknya " Camkan ini anakku, jika itu memang keinginanmu maka peganglah erat-erat dan bulatkan tekadmu, ini adalah keputusan yang penting !" Lalu setelah itu, Monty dengan keteguhan hati dan keputusan yang penting ia datang menemui guru itu lalu menyerahkan tugasnya tanpa mengubah apapun di karangan itu, Monty dengan mantap dan lantangnya berkata " Anda dapat mempertahankan nilai F itu dan saya akan mempertahankan tulisan itu karena itulah cita-cita saya !" Sungguh hebat bukan keteguhan hati Monty?

Itulah hal yang ia ceritakan kepada para murid sekolah yang mengunjungi peternakan seluas dua ratus acre miliknya, Saat ini anda semua sedang berdiri di atas peternakan seluas dua ratus acre. Yang dilengkapi dengan lapangan untuk pacuan kuda seperti yang saya tuliskan dalam karangan saya. Sampai saat ini saya masih menyimpan karangan tersebut, yang saya beri bingkai indah dan digantung di dinding. Dua tahun lalu Ibu guru saya tersebut telah mengunjungi tanah peternakan ini dengan membawa rombongan murid dari sekolah saya. Di akhir kunjungannya dia berbicara pada saya : "Lihat Monty, sewaktu saya menjadi gurumu saya adalah “PENCURI” Impian anak-anak sebayamu, tetapi itu tidak berlaku untuk kamu KARENA DENGAN BERANINYA KAMU PEGANG ERAT-ERAT IMPIANMU, TANPA SEKEJAP PUN KAMU LEPASKANNYA" itulah yang ia katakan pada saya”.

Mimpi adalah harapan dan bisa menjadi kenyataan di tangan si pemiliknya yang berani berjuang.  Dari cerita di atas, dapat kita lihat betapa dasayatnya sebuah impian. Monty Robert menunjukkan pada kita, bahwa dengan keteguhan ia mampu merubah suatu mimpi menjadi kenyataan. Betapapun cacian dan makian dari orang sekitar, betapun banyaknya keraguan yang menghampiri tetap pegang teguh impianmu janganlah kau melepasnya ! Bangunlah kepercayaan diri, bulatkan tekad dan raihlah masa depanmu, jangan pernah menyerah sekaligus menyerahkan cita-citamu pada kegagalan.

“Hope, like faith, is nothing if it is not courageous; it is nothing if it is not ridiculous.”
Thornton Wilder

“Trust the dreams, for in them is hidden the gate to eternity.”
Khalil Gibran

“The secret of all those who make discoveries is that they regard nothing as impossible.”
Justus Liebig


SUMBER:
http://coratcoret-kehidupan.blogspot.com 
http://ladyuliana.blogspot.com

Ekologi Kelas

Lingkungan kelas adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Doyle (1979, 1986) mendeskripsikan kelas sebagai sesuatu yang bersifat multidimensional, serentak, segera, dan tidak dapat diprediksi. Ruang kelas adalah lingkungan yang kompleks dimana manusia berinteraksi, saling bergantung antar satu orang ke orang lain, dan dengan berbagai karakter unik dalam lingkungan sosial dan fisik yang spesifik

Faktor penting yang menentukan hasil belajar adalah lingkungan kelas. Dalam lingkungan kelas yang menyenangkan, siswa akan senang belajar, dan secara langsung akan meningkatkan hasil belajar. Sebaliknya jika lingkungan kelas tidak nyaman maka tidak akan mendukung hasil belajar yang maksimal. Lingkungan kelas merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar siswa.

Lingkungan kelas tersebut dapat bersifat fisik, misalnya ruang kelas, perabotan kelas, kebersihan kelas, meja-kursi, dan lain lain. Lingkungan kelas juga dapat bersifat non fisik, misalnyai nteraksi, ketenangan, dan kenyamanan.


Prinsip Penataan Kelas
Berikut adalah empat prinsip dasar yang bisa digunakan ketika menyusun kelas (Evertson, Emmer, & Worsham, 2006)
  • Mengurangi hambatan di arena macet.
Gangguan dan kekacauan sering kali muncul di area macet. Ini meliputi area kerja kelompok, meja siswa, meja guru, rautan, rak buku, ruang komputer, dan lokasi penyimpanan. Sebisa mungkin, pisahkanlah area ini satu sama lain dan pastikanlah area tersebut mudah didatangi.
  • Memastikan bahwa guru bisa dengan mudah melihat semua siswa.
Sebuah tugas manajemen yang penting adalah memantau siswa dengan seksama. Untuk melakukan ini, guru harus mampu untuk melihat semua siswa pada pada setiap waktu. Pastikanlah ada barisan meja yang kosong di antara meja guru, lokasi pembelajaran, meja siswa, dan semua area kerja siswa. Berdirilah di tempat-tempat yang berbeda di ruangan untuk mencari tempat yang terhalangi.
  • Membuat materi pengajaran yang sering digunakan dan persediaan siswa menjadi mudah untuk diakses.
Hal ini meminimalisasi waktu persiapan dan pembersihan, begitu pula dengan kemunduran dan istirahat dalam alur aktivitas.
  • Memastikan bahwa siswa bisa dengan mudah mengobservasi presentasi seluruh kelas.
Tetapkanlah dimana guru dan siswa akan mengambil tempat ketika presentasi seluruh kelas terjadi. Untuk aktivitas ini, siswa seharusnya tidak perlu memindahkan kursi atau menoleh. Untuk mencari tahu seberapa baik siswa bisa melihat dari tempat mereka, duduklah di kursi mereka di bagian-bagian yang berbeda dari ruangan tersebut.

Menurut Louisell, ketika menata lingkungan fisik kelas, guru harus mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:
  1. Visibility (keleluasan pandangan), artinya penempatan atau penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa sehingga mereka secara leluasa dapat memandang guru, benda, atau kegiatan yang sedang berlangsung.
  2. Accebility (mudah dicapai), artinya barang-barnag atau alat-alat yang biasa digunakan oleh siswa dalam proses pembelajaran mudah dijangkau.
  3. Fleksibilitas (keluwesan), artinya barang-barang yang ada di dalam kelas hendaknya mudah untuk ditata dan dipindah-pindahkan sesuai dengan tuntutan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan oleh siswa dan guru.
  4. Kenyamanan, baik bagi siswa maupun bagi guru sendiri.
  5. Keindahan, berkenaan dengan usaha guru menata ruangan kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan, berpengaruh positif terhadap sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.

Tujuan Penataan Kelas
Tujuan utama penataan lingkungan fisik kelas adalah mengarahkan kegiatan siswa dan mencegah munculnya tingkah laku siswa yang tidak yang tidak diharapkan melalui penataan tempat duduk, perabot, dan barang-barang lainnya yang ada di dalam kelas, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi aktif antara siswa dan guru serta antar siswa, dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu penataan kelas harus memungkinkan guru dapat memantau semua tingkah laku siswa sehingga dapat dicegah munculnya masalah disiplin. Melalui penataan kelas, diharapkan siswa dapat memusatkan perhatiannya dalam proses pembelajaran dan akan bekerja secara efektif.


Gaya Penataan Kelas
  • Gaya auditorium (auditorium style), semua siswa mengghadap guru. Susunan ini mencegah kontak siswa secara berhadap-hadapan dan guru bebas untuk bergerak ke manapun di dalam ruangan. Sering digunakan ketika guru memberikan kuliah atau seseorang mengaddakan presentasi untuk semua kelas.
  • Gaya berhadap-hadapan (face-to-face style), siswa duduk berhadap-hadapan satu sama lain. Gangguan dari siswa lain akan lebih tinggi dalam susunan ini daripada gaya auditorium.
  • Gaya off-set (off-set style), siswa dalam jumlah yang kecil (biasanya tiga sampai empat orang) duduk di meja, tetapi tidak duduk berseberangan secara langsungdari satu sama lain.
  • Gaya seminar (seminar style), siswa dalam jumlah besar (empat sampai delapan) duduk dalam susunan sirkuler, persegi empat, atau bentuk U. Ini efektif ketika guru menginginkan para siswa untuk berbicara satu sama lain atau berbincang dengan anda.
  • Gaya kelompok (cluster style), siswa dalam jumlah kecil (biasanya empat sampai delapan) bekerja dalam kelompok kecil yang saling berdekatan. Susunan ini sangat efektif untuk aktifitas belajar secara kolaboratif.
Personalisasi kelas
Menurut ahli manajemen kelas, Carol Weinstein dan Andrew Mignano (2007), ruang kelas sering kali menyerupai kamar motel. Menyenangkan tetapi impersonal, tidak memperlihatkan apapun tentang orang-orang yang menggunakan ruang tersebut.
Untuk mengubah ruang kelas agar mencerminkan karakteristik siswa yang menggunakan ruang tersebut, tempellah foto, karya seni, proyek tertulis para siswa, grafik yg menyebutkan hari ulang tahun (dari siswa-siswa sekolah dasar dan masa kanak-kanak awal), serta ungkapan positif lain dr identitas siswa.

SUMBER:

Anjar. (2010). Ekologi Kelas "Lingkungan Kelas" (Psikologi Pendidikan). Retrieved Desember 10, 2010, from http://kedaibunga.wordpress.com.

 

Gasing Waktu....

Alkisah, ada seorang pelajar di sebuah desa kecil, yang memiliki cita-cita sebagai pegawai pemerintah. Demi mewujudkan cita-citanya, dia berangkat ke ibu kota untuk menempuh ujian negara. 

Di sela perjalanan yang jauh dan melelahkan, si pelajar berhenti sejenak melepas lelah. Tak lama ia pun terbawa dalam lamunan. Muncul perasaan was-was terhadap kemampuan dirinya dan sesaat kemudian dia membayangkan seandainya bisa diterima sebagai pegawai pemerintah. Di tengah asyiknya melamun, tiba-tiba seorang kakek berdiri di hadapannya menyapa: "Hai anak muda, engkau tampak bukan orang dari sini. Hendak ke mana?" 

"Saya hendak ke ibu kota Kek, mengikuti ujian negara." 

"Kakek perhatikan dari tadi, apa yang sedang kamu lamunkan?" 

Mereka pun terlibatpembicaraan seru. 

Setelah bertukar pikiran, tiba-tiba sang kakek mengeluarkan suatu benda dari sakunya. Lalu, iamemberikannya kepada si pelajar sambil berkata, "Mungkin ini yang kau perlukan, Nak!" 

"Sebuah gasing? Bagaimana sebuah gasing dapat mewujudkan cita-cita saya, Kek?" tanya si pemuda keheranan. 

Sang kakek menjawab, "Nak, ini adalah gasing waktu. Jika kamu memutar gasing ini ke kanan, maka kamu akan sampai pada saat dan keadaan yang seperti kamu inginkan." Setelah si pelajar menerima gasing,si kakek pun berlalu pergi. 

Merasa aneh, si pelajar segera mencoba kebenaran ucapan sang kakek. Sambil membayangkan keberhasilan dirinya lulus ujian negara, ia memutar gasing ke kanan. Dan tiba-tiba, si pelajarmendapati dirinya berada di depan papan pengumuman ujian negara dan namanya tercantum pada pengumuman kelulusan. Ia sangat gembira. Namun kegembiraannya tidaklah bertahan lama. Muncul perasaan tidak sabar untuk segera bisa bekerja di pemerintahan. Maka ia pun kembali memutar gasingnya ke kanan dan dalam sekejap si pelajar sudah berada pada pekerjaannya di kantor pemerintahan. 

Kenikmatan sebagai pegawai pemerintahan juga tidak bertahan lama. Timbul keinginan yang lebih, yaitu sebagai pejabat tinggi pemerintah. Maka segera dia pun kembali memutar gasingnya. Dan pada saat itu juga ia berada pada posisi yang diinginkannya.Kini, ia memutar gasing untuk mempercepat waktu dan menghindari kesulitan dalam mencapai cita-cita telah menjadi kebiasaan si pelajar.
gasing waktu
Secepat gasing berputar, si pelajar pun berubah menjadi tua dan menjelang ajal. Ada penyesalan dalam dirinya, "Betapa singkat dan hambarnya kehidupanku! Alangkah baiknya jika putaran gasing ini dapat mengembalikan aku pada masa lalu.." 

Dalam kondisi putus asa sang pelajar memutar gasing ke arah yang berlawanan yaitu ke arah kiri. Dan tiba-tiba dia pun terbangun dari tidurnya! Eh, ternyata peristiwa semua tadi hanya mimpi belaka. 

Sejenak, si pelajar merasa senang dan bersyukur bahwa semua itu cuma mimpi. Dia pun berjanji pada dirinya sendiri, akan tetap berusaha dan menikmati setiap proses perjuangan untuk mencapai apa yang menjadi cita-citanya. 


Dalam meraih cita-cita, seringkali kita tidak sabar menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan. Kita bernafsu meraih kesuksesan atau kekayaan dengan cepat dan singkat. Akan tetapi, perlu diingat: untuk meraih setiap kesuksesan, kita harus siap bayar harga, siap berjerih payah, dan tidak melanggar hukum moral. Jangan takut pada halangan yang menghadang, siap berjuang dan keluar keringat! Karena sesungguhnya, kenikmatan kesuksesan justru berada pada nilai proses perjuangan yang kita lakukan.

SUMBER: 
http://www.andriewongso.com.

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme